oleh

5000 Pekerja Batu Bara Dirumahkan Akibat Harga Anjlok

SALISMA.COM – Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) mencatat, berdasarkan data pengusaha di Kalimantan Timur, sudah ada 5.000 pekerja perusahaan batu bara yang terkena pemutusan hubungan kerja. Jika harga komoditas ini kian anjlok, fenomena tersebut berisiko melanda ratusan ribu orang.

“Ini masalah serius, tapi kami memang terpaksa melakukannya,” kata Deputi Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia, yang dilansir oleh Tempo, Selasa, 4/8/2015.

PHK terjadi lantaran 80 persen perusahaan batu bara berhenti beroperasi. Kini, dari sekitar 3.000 perusahaan pemegang izin usaha pertambangan (IUP) batu bara, hanya 500 perusahaan yang beroperasi. “Itu pun perusahaan besar yang standarnya tinggi dan cadangannya banyak.”

Menurut Hendra, anjloknya harga batu bara membuat banyak perusahaan kecil tertimpa margin negatif sejak 2014. Tercatat, dari negatif sekitar 40 persen, tahun ini selisih biaya operasi dan pendapatan membengkak 60 persen.

Fenomena ini terjadi di seluruh dunia. Asosiasi Batu Bara Dunia (World Coal Association) mengemukakan bahwa margin negatif tertinggi dipegang Cina dengan angka sekitar 70 persen.

Hendra mengatakan, agar resiko tidak menjadi kenyataan, pemerintah diharapkan tidak membuat kebijakan yang kontradiktif dengan krisis. Pemerintah juga dituntut menertibkan penambang batu bara ilegal yang membuat pasokan menjadi oversupply sehingga harga kian tiarap.

Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariono mengakui krisis melanda pengusaha batu bara lokal. Kementerian bakal menahan laju krisis dengan memberikan perlindungan terhadap perusahaan, baik dari segi cost (biaya) untuk tidak menaikkan royalti batu bara sampai harga kembali stabil.

Indonesia adalah salah satu eksportir batu bara terbesar di dunia. Sayangnya, harga komoditas ini anjlok sejak 2014.

Pada Juni 2015, harga batu bara tercatat US$ 59,16 per ton. Bila dibandingkan dengan bulan yang sama pada tahun lalu, harga mencapai US$ 72,45 per ton.