oleh

Ketegangan Timur Tengah Semakin Memanas Setelah Iran Peringatkan AS soal Balasan Serangan Nuklir

Ketegangan di Timur Tengah kian memanas setelah Iran memperingatkan Amerika Serikat atas kemungkinan balasan serius, menyusul serangan udara AS terhadap tiga fasilitas nuklir utama Iran; Fordow, Natanz, dan Isfahan.

Presiden Iran Masoud Pezeshkian menyatakan, kepada Presiden Prancis Emmanuel Macron bahwa; “Amerika harus menerima respons atas agresi mereka.”

The Guardian melaporkan, bahwa peringatan ini disampaikan sehari setelah Presiden AS Donald Trump memerintahkan intervensi militer paling signifikan dalam satu generasi terhadap program nuklir Iran, dengan dalih mencegah Teheran memperoleh senjata nuklir.

Iran menegaskan bahwa mereka memiliki hak untuk membela diri. Menteri Luar Negeri Iran, Abbas Araghchi, mengumumkan rencana pertemuan darurat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Moskow untuk membahas krisis tersebut. Ia juga menegaskan bahwa diplomasi tidak lagi menjadi opsi setelah “serangan terang-terangan” AS.

Sementara itu, pejabat Duta Besar AS untuk PBB, Dorothy Shear, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB memperingatkan bahwa “setiap serangan Iran – langsung maupun tidak langsung – akan dibalas dengan aksi militer besar.” Ia menegaskan tindakan Washington merupakan bentuk pembelaan terhadap Israel dan warga Amerika.

Duta Besar Iran untuk PBB, Amir Saeid Iravani, menyebut serangan AS dan Israel sebagai “pelanggaran terang-terangan terhadap hukum internasional”. Rusia ikut mengecam, dengan perwakilan di PBB menyebut tindakan AS sebagai “membuka kotak Pandora” yang dapat memicu penderitaan global baru.

Militer AS mengungkapkan bahwa operasi bernama Midnight Hammer melibatkan tujuh pesawat B-2 Spirit yang menjatuhkan bom penghancur bunker GBU-57. Meski Presiden Trump mengklaim situs nuklir Iran “telah sepenuhnya dihancurkan”, sejumlah pejabat Pentagon dan intelijen menyebut tingkat kehancurannya masih belum bisa dipastikan.

Sumber Iran membantah klaim AS, dengan mengatakan bahwa sebagian besar uranium di Fordow telah dipindahkan sebelum serangan. Citra satelit dari Maxar Technologies memang menunjukkan kerusakan besar, tetapi belum dapat mengonfirmasi kehancuran total.

Iran menanggapi dengan meluncurkan sekitar 20 rudal balistik ke wilayah Israel pada Minggu pagi, melukai sedikitnya 16 orang. Israel membalas dengan serangan udara terhadap target strategis di Iran, termasuk pusat rudal Imam Hussein di Yazd.

Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, mengatakan bahwa keterlibatan militer AS akan menimbulkan “kerusakan yang tak dapat diperbaiki.” Parlemen Iran pun telah menyetujui langkah untuk menutup Selat Hormuz, jalur penting perdagangan minyak dunia, sebagai bentuk eskalasi.

Langkah ini dinilai berisiko tinggi oleh pengamat. “Jika Iran benar-benar memblokir Selat Hormuz, maka hampir 20-25% perdagangan minyak global terganggu,” ujar Andrew Borene, mantan pejabat intelijen AS.

Belum jelas apakah Iran akan melibatkan jaringan proksinya seperti Hizbullah atau Houthi. Namun, Houthi sudah mengancam akan menyerang kapal AS di Laut Merah jika konflik berlanjut.

Sementara itu, pemerintah AS menyatakan tak sedang menjalankan misi pergantian rezim. Menteri Pertahanan Pete Hegseth menegaskan bahwa misi serangan bersifat terbatas. Namun pernyataan Trump pada Minggu malam yang menyebut “jika Rezim Iran tidak bisa membuat Iran hebat kembali, kenapa tidak ada pergantian rezim?” memicu spekulasi baru.

Dalam pidatonya, Trump menyebut serangan udara sebagai keberhasilan besar dan memperingatkan bahwa lebih banyak target sudah dipetakan. “Jika perdamaian tidak datang, kami akan terus menyerang dengan presisi dan kekuatan yang lebih besar,” ujarnya.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji langkah Trump, menyebutnya “keputusan berani yang akan mengubah sejarah.”

Hingga kini, dunia internasional menyerukan de-eskalasi. Eropa mendesak kembalinya dialog diplomatik, sementara Tiongkok dan Rusia mengutuk serangan dan memperingatkan dampaknya terhadap stabilitas global.

Meski media Iran berusaha mengecilkan dampak serangan, Badan Atom Iran memastikan aktivitas nuklir akan tetap dilanjutkan. “Kerusakan hanya terjadi di permukaan dan dapat dipulihkan,” ujar seorang anggota parlemen Iran dari Qom.

Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menyatakan belum ada peningkatan radiasi di luar situs yang diserang. Namun, kekhawatiran akan eskalasi besar di kawasan tetap tinggi.***

— The Guardian