oleh

Restoran Ini Tak Tampilkan Menu untuk Tamunya

JAKARTA, SALISMA.COM (SC) – Saat pengunjung datang ke Karmakamet Conveyance di Thailand mereka tidak tahu apa yang diinginkan. Restoran fine-dining yang konseptual itu tidak memiliki menu yang dirinci.

Hanya satu kata “apresiasi” yang berfungsi sebagai petunjuk tentang apa yang akan disajikan. Salah satu pendiri Jutamas Theantae atau chef Som, panggilan akrabnya, menghindari penamaan dan ingin pengunjung membentuk interpretasi mereka sendiri atas hidangannya.

“Saya hanya ingin kamu berinteraksi dengan makanan. Ini seperti ketika Anda masih kecil, Anda diberi krayon dan Anda mulai menggambar,” kata chef Som dikutip dari Channel News Asia.

Konsep itu terinspirasi dari latar belakang Som yang pernah belajar seni dari usia 15 hingga 28 tahun. Ketika karier sebagai seniman tidak berhasil, dia beralih ke mimpinya yang lain, yaitu memasak. “Seperti bagaimana saya melukis gambar, masakan saya sama. Saya akan memejamkan mata dan membayangkan,” ujarnya.

Kecintaannya pada makanan membawanya ke Amerika Serikat di mana dia bekerja di kancah fine-dining. Sekembalinya ke Thailand pada 2013, ia memenuhi impian masa kecilnya untuk membuka restoran. Kata “conveyance” pada nama restoran merupakan cerminan dari keinginan Som untuk merayakan keragaman dan resepnya mewujudkan budaya dan gaya kuliner yang berbeda.

Hidangannya didasarkan pada ingatannya, tetapi dia tidak pernah mengungkapkan inspirasinya kepada pengunjung karena dia tidak ingin mereka terjebak dengan referensi tertentu. Ia lebih suka membiarkan pengunjung membentuk interpretasi mereka sendiri tentang makanan daripada datang dengan ide yang telah terbentuk sebelumnya.

Menu terbarunya terinspirasi dari kampung halamannya di provinsi Prachuap Khiri Khan, yang berjarak empat jam berkendara dari Bangkok. Di sana, dia menemukan kenyamanan di pegunungan dan laut.

“Saya suka pergi dan duduk di tepi laut dan hanya menatap laut yang tak terbatas, karena saya bisa menemukan kedamaian. Infinity adalah kedamaian dan keindahan. Itu milik semua orang. Dan itulah mengapa [menu] disebut ‘apresiasi’,” kata Som.

Chef Som menggunakan rasa sebagai bentuk pengalaman seni. Visi untuk makanan di restoran miliknya mirip dengan lukisan cat minyak dan dia menciptakan lapisan dengan berbagai rasa di antaranya. (mil)