oleh

Barat Desak Iran dan Israel Hindari Perang Besar, Tersisa Waktu 2 Minggu Sebelum Perang Terbuka Menyeret AS

Upaya diplomasi untuk meredakan perang antara Iran dan Israel memasuki fase krusial. Menurut pejabat diplomatik Amerika Serikat dan Eropa, dua pekan ke depan akan menjadi “kesempatan terakhir” untuk perundingan sebelum kemungkinan pecahnya konflik berskala lebih besar—yang dapat menyeret Amerika Serikat ke dalam perang terbuka.

Dilansir dari CBS News, Selasa, 24 Juni 2025, pertemuan intensif berlangsung di Jenewa pada Jumat lalu antara Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araghchi dan sejumlah Menlu dari Eropa—termasuk Menlu Prancis Jean-Noël Barrot, Menlu Inggris David Lammy, Menlu Jerman Johann Wadephul, serta diplomat senior Uni Eropa Kaja Kallas.

Diskusi berlangsung hampir empat jam—dua kali lebih lama dari jadwal semula, karena isu yang dibahas betul-betul penting.

Usai pertemuan, Barrot menegaskan bahwa krisis nuklir Iran tidak dapat diselesaikan lewat kekuatan militer semata. Lammy menambahkan bahwa Inggris dan sekutunya tetap konsisten bahwa “Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir.” Sementara itu, Araghchi menyatakan kesiapan Iran untuk membuka jalur diplomasi lebih lanjut, sembari menegaskan bahwa sistem pertahanan negaranya bukan bagian dari negosiasi.

Di balik pertemuan Jenewa, Presiden AS Donald Trump masih menimbang apakah akan menyetujui keterlibatan langsung AS dalam serangan Israel terhadap Iran. Trump disebut frustasi dengan lambannya respons Iran terhadap tawaran diplomatik AS yang diajukan melalui utusan khusus Steve Witkoff. Meski Iran tidak menolak, mereka juga belum merespons secara substantif.

Salah satu isi proposal AS adalah membolehkan Iran menjalankan program nuklir sipil di bawah pengawasan internasional, tanpa pengayaan uranium di dalam negeri. Salah satu skema yang diusulkan adalah pembentukan konsorsium regional yang diketuai Oman dan diawasi oleh Badan Energi Atom Internasional (IAEA).

Sementara itu, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei belum menunjukkan respons terhadap perkembangan diplomatik ini. Khamenei, yang dilaporkan tengah berjuang melawan kanker dan bersembunyi dari kemungkinan serangan Israel, menjadi penentu utama arah kebijakan luar negeri Iran.

Situasi internal Iran juga memperumit diplomasi. Gangguan internet, serangan siber yang melumpuhkan sistem perbankan, serta kekhawatiran penyadapan komunikasi membuat koordinasi langsung dengan pihak Barat menjadi sangat terbatas.

AS dan negara-negara seperti Turki, Oman, Italia, dan Norwegia telah menyatakan kesiapan menjadi tuan rumah pembicaraan lanjutan. Namun, pertanyaan besar masih menggantung: apakah Iran siap membuka jalur negosiasi langsung dengan AS?

Sementara itu, Trump tetap membuka opsi militer, termasuk kemungkinan penggunaan Massive Ordnance Penetrator (MOP), bom penghancur bunker seberat 30.000 pon, untuk menyerang fasilitas nuklir bawah tanah Iran di Fordo. Ia disebut memiliki kapasitas untuk mengeluarkan perintah serangan kapan saja, bahkan saat berada di luar kota seperti di resor golf Bedminster, New Jersey.

Meski begitu, intelijen AS menyatakan bahwa hingga kini Iran belum memulai kembali program senjata nuklir yang dihentikan pada 2003. Namun, Iran telah memiliki cukup bahan bakar nuklir yang bisa dengan cepat digunakan jika diperintahkan.

— CBS News