SALISMA.COM (SC), JAKARTA – Dinas Kesehatan DKI Jakarta menyebutkan sampai saat ini tidak ada penolakan dari masyarakat terkait pemberian vaksin human papillomavirus atau HPV.
Sebelumnya, beredar pesan berantai di media sosial yang menyebutkan vaksin untuk mencegah virus penyebab kanker serviks tersebut dapat berefek samping menopause dini.
“HPV ini disebarkan melalui hubungan seksual, kalau hubungannya tidak benar dapat menyebabkan kanker di daerah alat reproduksi. Dan bila dilihat angka hubungan seks di DKI pasti lebih tinggi dibanding daerah lain,” kata Koesmadi Priharto, Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, saat ditemui di Balai Kota, Jakarta, pada Senin (28/11).
Sampai saat ini tidak ada penolakan terkait vaksin,” ia menegaskan.
Vaksin ini sendiri diakui Dinas Kesehatan DKI termasuk dalam paket vaksinasi untuk siswi tingkat Sekolah Dasar (SD) atau sederajat melalui program Bulan Imunisasi Anak Sekolah atau BIAS.
Menurut data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, sudah ada 63.702 anak perempuan kelas lima SD di DKI Jakarta yang telah menerima vaksinasi HPV melalui BIAS. Jakarta Timur menjadi daerah terbanyak yang menerima vaksin sebesar 20.475 anak.
“Pemberian vaksin HPV ini sudah berjalan sebesar 92 persen. Dan ini sudah termasuk dari paket vaksin anak,” kata Koesmadi.
“Rata-rata sebesar 33 orang meninggal karena kanker serviks di Indonesia, dan di Jakarta kurang lebih berkisar di angka tersebut karena ini terkait dengan aktivitas hubungan seks. Kalau hubungan seksualnya benar tidak ada masalah, namun bila mereka tidak aman maka kemungkinan tertular ini tinggi,” lanjut Koesmadi.
“Upaya pencegahan hanya berupa tidak berhubungan seks sembarangan dan melakukan vaksinasi,” kata Koesmadi.
Vaksin HPV diberikan kepada anak di bawah 13 tahun dengan pemberian dosis sebesar dua kali, dan bila di atas 13 tahun maka pemberian dosis sebesar tiga kali. Pemberian vaksin HPV pada anak-anak ini sesuai rekomendasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), merujuk fakta bahwa pembentukan pola daya tahan tubuh atau imunitas terhadap penyakit atau virus paling baik saat masih usia anak-anak.
Prof Andrijono dari Himpunan Onkologi Ginekologi Indonesia sekaligus Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia mengatakan bahwa pemberian vaksin HPV dapat menjadi upaya prioritas dan murah dalam menangani kasus kanker serviks yang tinggi di Indonesia.
Menurut data Riset Kesehatan Dasar atau Riskesdas Kementerian Kesehatan pada 2013 menyatakan bahwa terjadi 330 ribu kasus kanker di Indonesia dengan kanker serviks menjadi bagian terbesar. Data WHO sendiri menyatakan dua dari 10 ribu wanita di Indonesia menderita kanker serviks.
![]() Sebelumnya, beredar pesan berantai di media sosial yang menyebutkan vaksin untuk mencegah virus penyebab kanker serviks tersebut dapat berefek samping menopause dini. (CNN Indonesia/Safir Makki)
|
“Karena HPV ini disebabkan oleh virus, maka pencegahannya adalah dengan vaksinasi. Pemberian di atas 14 tahun akan membuat biaya menjadi lebih tinggi, lagipula menurut Riskesdas 2010, pernikahan anak di Indonesia antara 15-19 tahun sebesar 47 persen. Kalau tidak diberikan sebelum usia tersebut, Indonesia bisa kecolongan, ini agar anak terproteksi,” kata Adrijono.
Adrijono juga memaparkan bahwa pemberian vaksin HPV sendiri sudah berlangsung di Amerika Serikat dan Australia selama satu dekade. Dan beberapa negara tetangga Indonesia seperti Malaysia dan Singapura juga sudah menerapkan pemberian vaksin ini sebagai program nasional.
Adrijono juga mendorong pemberian vaksin HPV dapat menjadi program nasional, dan Jakarta dapat menjadi contoh karena, menurutnya, memiliki fasilitas paling memadai. Pemberian vaksin ini dapat menurunkan angka pengidap kanker serviks di Indonesia secara signifikan.
Menurut Adrijono, pemberian vaksin sampai saat ini belum ditemukan efek samping serius. Efek samping pemberian vaksin hanya terjadi ruam di daerah suntikan, dan demam pada beberapa anak.
“Ini sama sekali tidak ada hubungan antara pemberian vaksin dengan siklus menstruasi dan menopause,” katanya. “Ini relatif aman dan terjangkau.”
Vaksin HPV mendapat izin beredar pertama kali pada 2006, dan WHO mencatat sudah lebih dari 200 juta dosis vaksin ini digunakan di seluruh unia. Pengumpulan data keamanan penggunaan vaksin ini oleh WHO dan Global Advisory Committee on Vaccine Safety (GACVS) di Amerika Serikat, Australia, dan Jepang dari 2006 hingga 2014 tidak menemukan isu keamanan yang dapat mengubah status rekomendasi pemberian vaksin HPV.
Center for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat juga memantau keamanan pemberian vaksin sejak Juni 2006 dan Maret 2013, dan menemukan tidak ada kasus masalah keamanan terkait vaksin HPV.
![]() Menurut data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta, sudah ada 63.702 anak perempuan kelas lima SD di DKI Jakarta yang telah menerima vaksinasi HPV melalui BIAS. (CNN Indonesia/Safir Makki)
|