SALISMA.COM, SIAK – Pemerintah Kabupaten Siak kini berada di ujung tanduk. Mengatasnamakan efisiensi anggaran, Pemkab justru memperlihatkan gejala krisis fiskal yang merembet ke semua lini. Mulai dari aparatur sipil negara (ASN) yang belum digaji, hingga pedagang pasar yang kehilangan pendapatan hingga separuhnya.
Sejak awal tahun, hak-hak ASN tak kunjung dipenuhi. Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) sejak Desember 2024, gaji bulan April 2025, hingga Tunjangan Hari Raya (THR) 2025 belum juga cair.
“Gaji kami belum masuk. Tapi masyarakat tetap harus dilayani. Ini perjuangan,”
ujar Chandra, salah satu ASN yang tetap bekerja di tengah tekanan ekonomi.
Di balik ruang kerja para pegawai yang mulai kosong karena keterbatasan biaya operasional, masyarakat kecil juga ikut menjerit. Di Pasar Raya Belantik, penurunan daya beli membuat dagangan menumpuk.
“Pembeli datang, tapi tak belanja banyak. Pendapatan turun 50 persen,”
ungkap Asmeldi, pedagang sembako di pasar tersebut.
Sementara itu, pemerintah pusat sebenarnya telah mengucurkan dana sebesar Rp342 miliar ke kas Pemkab Siak pada triwulan pertama 2025. Namun, lambannya realisasi anggaran menimbulkan pertanyaan. Ketua DPRD Siak, Indra Gunawan, menyampaikan kritik tajam.
“Dengan dana sebesar itu, kenapa gaji dan THR tidak bisa dibayarkan? Ini bukan sekadar teknis. Ini soal niat dan prioritas.”
Salah satu pernyataan Wakil Bupati Siak, Husni Merza, juga memantik emosi publik. Saat menanggapi keresahan ASN, ia berkata:
“Kalau tidak sanggup beli makan, datang saja ke rumah saya. Kita makan sama-sama pakai garam.”
Kalimat yang dianggap merendahkan ini menjadi simbol betapa jauh jarak empati antara pengambil kebijakan dan rakyatnya.
Di sisi lain, pemerintah berdalih bahwa proses audit, pengesahan APBD Perubahan, dan sisa tunda bayar tahun 2024 menjadi kendala utama. Namun bagi masyarakat, alasan-alasan itu tak lagi cukup.
Apakah yang disebut efisiensi ini merupakan kebijakan cermat? Atau justru awal dari kebangkrutan sistemik di tubuh Pemkab Siak?
Yang jelas, efisiensi semestinya menghemat anggaran—bukan mengorbankan kebutuhan dasar rakyat.***