oleh

Sejarah Pelataran singgah kapal kerajaan Siak di Senapelan

SALISMA.COM – Pekanbaru adalah kota yang usianya lebih dari 200 tahun, Pekanbaru bermula dari daerah perkampungan yang bernama Senapelan, seiring berjalannya waktu, daerah tersebut terus berkembang, sekarang daerah Senapelan menjadi salah satu nama dari kecamatan yang ada di Pekanbaru. Kecamatan Senapelan memiliki beberapa objek sejarah, salah satunya dikenal dengan nama Rumah Tuan Qadhi, namun taukah anda kalau nama tersebut kuranglah tepat? Hal ini dikemukakan oleh H. Syahril Rais, SH selaku orang yang memiliki hubungan dengan keluarga Qadhi Zakaria,adapun hubungan antara Syahril Rais dengan keluarga Qadhi Zakaria adalah Mertua dari anak tunggal Qadhi Zakaria, namanya adalah H. Yahya Zakaria.

Qadhi Zakaria adalah mufti besar kerajaan Siak Sri Indrapura pada masa Sultan Syarif Qasim II. Qadhi Zakaria memiliki hubungan dengan pemilik asli dari bangunan tersebut, yaitu adalah H. Nurdin Putih. H. Nurdin Putih adalah mertua dari Qadhi Zakaria yang menikah dengan anaknya yaitu Fatiman binti Nurdin Putih, Qadhi adalah nama panggilan beliau, makanya dia disebut sebagai tuan Qadhi, namanya aslinya adalah Zakaria bin H. Abdul Muthalib, dia memiliki anak tunggal yang bernama H. Yahya. H. Yahya memiliki 9 orang anak.

Pelataran tersebut menjadi penghubung antara rumah dengan dermaga kapal, jadi ketika kapal tersebut berlabuh, barang dapat diangkut langsung menuju rumah. Bangunan tersebut dibangun pada tahun 1895 oleh H. Nurdin Putih, dikarenakan pernikahan antara anaknya yaitu Fatimah binti Nurdin Putih dengan Qadhi Zakaria, maka rumah itu menjadi tempat tinggal sementara bagi mereka, sebelum rumah baru mereka selesai dibangun, yaitu Istana Hinggap.

Rumah tersebut juga menjadi pelataran singgah kapal, yang awalnya digunakan oleh Nurdin Putih sebagai seorang pengusaha, lalu ketika Qadhi Zakaria menjabat sebagai Mufti Besar dari Kerajaan Siak, pelataran kapal ini digunakan juga oleh Kesultanan Siak sebagai pelataran singgah kapal kerajaan Siak di daerah Senapelan.

Pelataran ini spesial dibanding pelataran lainnya yang ada di Senapelan, yaitu dermaganya naik sesuai dengan pasang surut air dari sungai Siak, hal ini bertujuan agar pakaian Sultan Siak tidak basah ketika turun dari kapal menuju ke pelataran. Dermaga penghubung tersebut akhirnya ditenggelamkan oleh Jepang. Setelah Qadhi Zakaria pindah rumah menuju Istana Hinggap pada tahun 1929, rumah tersebut ditinggali oleh keluarga besar dari Qadhi Zakaria.

Pada pada tahun 1994, bangunan tersebut dijual oleh keluarga besar tuan Qadhi dan dibeli oleh seorang pengusaha besi tua yang bernama Iskandar bin Ahmad, namun atas usulan dari ibunda beliau, rumah tersebut tetap dipertahankan dan hanya menjadi penyimpanan besi tua hingga tahun 2010 dikarenakan pembebasan lahan.

Pada tahun 2011, Aliansi Masyarakat Pelestari Warisan Pustaka Melayu Riau melaporkan temuan bangunan kayu yang perlu diselamatkan kepada Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Batusangkar. Bangunan tersebut akhirnya mendapat perawatan oleh pemerintah kota pekanbaru dan menjadi area wisata bersamaan dengan kebijakan Waterfont City.