JAKARTA, SALISMA.COM (SC) – Terdakwa kasus suap dan gratifikasi terkait pengaturan sejumlah perkara di lingkungan peradilan Nurhadi Abdurrachman disebut mengajukan permohonan pindah tempat penahanan dari Rumah Tahanan Negara (Rutan) KPK ke Rutan Polres Jakarta Selatan.
Pelaksana Tugas Juru Bicara Penindakan KPK Ali Fikri mengatakan faktor kesehatan dan usia lanjut Nurhadi menjadi alasan permohonan diajukan.
“Benar, berdasarkan informasi yang kami terima, terdakwa Nurhadi mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi Jakarta agar pindah rumah tahanan,” kata Ali kepada CNNIndonesia.com melalui pesan tertulis, Minggu (21/3).
Juru bicara berlatar belakang jaksa ini mengatakan alasan tersebut berlebihan sebab Rutan KPK memiliki dokter klinik yang setiap saat bisa memeriksa kesehatan para tahanan.
Pun, hak-hak mantan Sekretaris Mahmakah Agung (MA) itu, termasuk hak atas kesehatan, selama ini sudah dipenuhi oleh pihak Rutan KPK.
“Untuk itu, kami berharap majelis hakim banding menolak permohonan terdakwa tersebut karena kami berpandangan sama sekali tidak ada urgensinya pemindahan tahanan dimaksud,” ucap Ali seperti yang dikutip dari CNN Indonesia.com.
“Terlebih, selama proses penyidikan maupun persidangan kami nilai terdakwa Nurhadi juga tidak kooperatif,” lanjutnya.
Berdasarkan sumber CNNIndonesia.com, pengajuan permohonan pindah tempat penahanan untuk kepentingan Nurhadi agar lepas dari pengawasan KPK. Sumber ini berujar Nurhadi diduga akan memanfaatkan kesempatan untuk memengaruhi hakim tingkat banding dalam mengadili kasusnya.
Pengacara Nurhadi, Maqdir Ismail, membenarkan bahwa kliennya tersebut telah mengajukan permohonan untuk pindah lokasi penahanan. Sebab, menurut dia, kondisi Rutan KPK sumpek dan tak baik untuk kesehatan.
“Iya kemarin itu kita sudah mengajukan permohonan karena Rutan KPK kan sumpek, enggak bagus buat kesehatan beliau [Nurhadi],” kata Maqdir kepada CNNIndonesia.com melalui sambungan telepon.
Ia membantah permohonan pindah tempat penahanan ini agar Nurhadi bisa lepas dari pengawasan KPK untuk kemudian bisa memuluskan perkara banding yang akan dihadapinya.
“Enggak ada, itu mengada-ada saja. Lagi pula di mana pun bisa diawasi oleh KPK,” tandasnya.
Sebelumnya, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memvonis Nurhadi dengan pidana penjara selama enam tahun dan denda Rp500 juta subsider 3 bulan kurungan.
Vonis itu jauh lebih ringan daripada tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menghukum Nurhadi dengan pidana 12 tahun penjara dan denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan. Serta pidana uang pengganti sebesar Rp83.013.955.000.
Jaksa pun langsung menyatakan banding usai mendengar vonis hakim tersebut. (mil)