oleh

Wangi Bank Dunia, Sri Mulyani Didesak Setop Utang Asing

SALISMA.COM (SC), JAKARTA – Menteri Keuangan Baru Sri Mulyani Indrawati didesak untuk menghentikan pembiayaan pembangunan melalui utang luar negeri dengan mengoptimalkan pemungutan pajak nasional.

Hal itu disampaikan secara terpisah oleh Sekretaris Jenderal Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Yenny Sucipto dan Wakil Ketua Komite Pimpinan Pusat Partai Rakyat Demokratik (PRD) Alif Kamal. Salah satu yang disoroti adalah latar belakang Mulyani yang pernah bekerja untuk Bank Dunia.

“Bank Dunia identik dengan utang luar negeri,” kata Yenny dalam keterangannya, Jumat (29/7). “Pekerjaan Sri Mulyani sesuai dengan arahan Nawa Cita adalah setop utang luar negeri dan optimalisasi pajak nasional.”

Fitra juga menuturkan pengentasan kemiskinan menjadi prioritas yang harus diselesaikan menteri baru tersebut. Yenny menegaskan salah satu hal adalah soal kebijakan fiskal yang berkeadilan, lebih penting dibandingkan dengan pengampunan pajak.

Walaupun demikian, Bappenas mencatat sektor infrasturktur dan energi menjadi sektor dengan penyerapan utang luar negeri terbesar sepanjang tahun lalu. Dari total US$15,20 miliar utang asing berjalan pada 2015, komposisi peruntukannya adalah infrastruktur (32,4 persen) dan energi (21,8 persen). Sektor itu dinilai dominan seiring dengan prioritas pemerintahah Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla soal pembangunan infrastruktur.

Wakil Ketua KPP PRD Alif Kamal menegaskan Sri Mulyani harus berhati-hati dalam mengelola kebijakan terkait dengan ketimpangan ekonomi yang terjadi. Dia menuturkan pihaknya masih ingat tentang peranan Mulyani ketika menjabat sebagai menteri keuangan di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dahulu.

“Kenapa justru memasukan Sri Mulyani yang gagal dalam mengatasi persoalan ekonomi di zaman pemerintahan SBY?” kata Alif dalam keterangannya.

Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan persentase penduduk miskin di daerah pedesaan naik dari 14,09 persen pada September 2015 menjadi 14,11 pada Maret 2016. Hal itu, demikian biro itu, disebabkan salah satunya soal besarnya peranan komoditas pangan terhadap garis kemiskinan. Komoditas yang dimaksud adalah beras, rokok kretek, telur ayam ras, gula pasir dan mie instan.

Dia juga mempertanyakan apakah Indonesia akan kembali mengajukan pinjaman kepada negara-negara kreditor karena ada sosok Mulyani di kabinet kali ini. Padahal, sambung Alif, Presiden sudah menyatakan lembaga macam Bank Dunia dan IMF tak perlu dijadikan referensi lagi.

(CNN INDONESIA.com)