SALISMA.COM (SC), PEKANBARU – Badan Anggaran (Banggar) DPRD Riau menyarankan Pemprov Riau untuk menurunkan pajak Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Pertalite. Langkah itu disebut bisa menggenjot pendapatan asli daerah (PAD).
Banggar menilai, harga Pertalite di Provinsi Riau yang saat ini ada diangka Rp 7.900 per liter termasuk tertinggi di Indonesia. Bahkan, di Papua saja yang daerahnya tergolong jauh dari ibukota negara, harga Pertalite hanya Rp 7.700.
Penurunan pajak itu dianggap bisa dilakukan. Karena menurut pimpinan Banggar DPRD Riau, Noviwaldy Jusman, Selasa (15/8/2017), penentuan tinggi pajak ditetapkan oleh masing-masing daerah.
Jika harga Pertalite turun, diperkirakan tingkat konsumsinya bakal meningkat. Karena selain disebut memiliki kualitas yang lebih baik, saat ini premium juga sudah tidak dijual di beberapa SPBU. Termasuk di Pekanbaru sebagai pusat ibukota Provinsi Riau.
“Jika pajak untuk Pertalite bisa diturunkan dari 10 hingga menjadi 7 persen, maka harga Pertalite untuk tahun 2018 mendatang bisa lebih ditekan dan lebih murah. Sehingga masyarakat akan lebih banyak menggunakan Pertalite,” kata Noviwaldy.
Menurutnya, masyarakat harus dirangsang membeli Pertalite dengan cara memurahkan harga pajaknya. Harapannya, dengan harga yang lebih murah, maka omzet akan semakin tinggi karena ramai masyarakat yang akan berpindah ke Pertalite.
Dijelaskannya, Banggar awalnya meminta Pemprov menaikkan PAD hingga Rp 1 triliun di tahun 2018 mendatang. Namun Pemprov menurutnya tidak sanggup dengan angka tersebut. Setelah pembicaraan lanjutan, pihak DPRD Riau menargetkan bisa bertambah hingga Rp 500 miliar.
Namun dari pertemuan antara Tim Anggaran pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Riau dengan Banggar DPRD Riau kemarin, TAPD baru mampu menaikkan sekitar Rp 100 miliar. Kemudian pihak DPRD Riau menawarkan wacana penurunan harga pajak Pertalite dan BBM lainnya tersebut.
“Untuk dari penurunan harga BBM tersebut diperkirakan pendapatan bisa didongkrak hingga Rp 300 miliar. Dengan pendapatan yang diusahakan untuk dinaikkan lainnya mudah-mudahan bisa mencapai Rp 700 miliar dalam setahun, termasuk dari sektor lainnya,” tuturnya.
Dari tawaran Banggar DPRD Riau tersebut, pihak Pemprov Riau masih akan menghitung kembali, dan akan memberikan jawaban pada Rabu (16/8) melalui pertemuan lanjutan.
Sebelumnya, Banggar DPRD Riau mulai melakukan pembahasan Kebijakan Umum Anggaran Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA PPAS) RAPBD murni 2018 secara intensif.
Sesuai dengan jadwal dan aturan yang ada, pihak Banggar dan juga TAPD Provinsi Riau harus menyelesaikan pembahasan hingga ketuk palu APBD, paling lambat 30 November 2017 APBD Riau 2018 sudah harus disahkan.
“Artinya, waktu untuk melakukan pembahasan KUA PPAS, RAPBD, hingga pengesahan, semua harus tuntas paling lambat 30 November 2017. Bersamaan dengan itu, kita juga melakukan pembahasan untuk RAPBD Perubahan 2017 sekaligus dalam waktu yang sama,” kata anggota Banggar DPRD Riau, Yusuf Sikumbang.
Dikatakan Yusuf, jika dalam waktu yang diberikan tersebut pihak DPRD dan TAPD tidak bisa menyelesaikannya, maka dampaknya adalah gaji anggota DPRD Riau bisa ditunda selama 6 bulan. Hal ini tak hanya belaku bagi pihak DPRD saja, tapi juga bagi Gubernur Riau. (*)