oleh

Demokrasi di Indonesia Lemah jika Partai Oposisi semakin Berkurang

SALISMA.COM (SC) – Pengamat politik SMC Saiful Muzani menyatakan iklim demokrasi Indonesia dalam ancaman bahaya. Dia menilai kekuatan oposisi untuk checks and balances sebagai kontrol pemerintah saat ini hanya dilakukan dua partai yakni Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS). Kini setelah adanya kisruh KLB Demokrat, kekuatan oposisi makin menipis.

“Sekarang Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko ditetapkan menjadi ketua Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB) di Sumatera Utara. Bila hasil KLB ini diterima pemerintah dan menang di pengadilan jika AHY menggugat, bisa dipastikan Demokrat juga akan bergabung dengan pemerintah. Maka tinggal ada PKS sebagai oposisi. Kekuatannya sekitar 8 persen saja,” katanya dalam keterangan yang dikutip dari Merdeka.com, Sabtu (13/3/2021).

Dengan adanya potensi Demokrat bergabung ke pemerintah, maka hal itu berarti ancaman demokrasi bangsa Indonesia. “Bila tinggal delapan persen oposisi, maka checks and balances bisa dikatakan hilang dalam demokrasi kita. Dan demokrasi yang demikian sebenarnya bukan demokrasi, setidaknya demokrasi yang lemah,” ujarnya.

Apalagi, PKS yang memiliki politik Islam, lanjutnya, akan membuat seolah pemerintah versus wakil umat Islam.

“PKS akan menjadi oposisi tunggal dengan kekuatan yang tak berarti. Ini punya konsekuensi lain jumlah yang tak puas dengan kinerja pemerintah memang bukan mayoritas tapi cukup besar, sekitar 30 persen. Ini lahan cukup luas untuk membesarkan PKS,” terangnya.

“Karakteristik PKS selama ini adalah berpolitik dengan narasi Islam. Dengan posisi PKS sebagai oposisi tunggal, maka seolah-olah PKS-lah yang menjadi wakil umat Islam berhadapan dengan pemerintah. Narasi ini bertemu dengan fakta bahwa umat Islam memang terbelah secara politik,” tambahnya.

Mujani mencontohkan kasus Pilpres 2019 di mana umat Islam terbelah dua. “Di dua Pilpres terakhir, umat Islam terbelah dua.

Yang membuat Jokowi menang di dua Pilpres itu adalah pemilih nonmuslim. Dengan PKS sebagai oposisi tunggal, polarisasi politik karena identitas kemungkinan akan semakin dalam. Demokrasi dan stabilitas politik kita dalam ujian berat,” tandasnya. (mil)